Sabtu, 11 Maret 2017

Bab 2 : Dia? Calvin Antariksa?




"Dunia memang sempit. Sesempit pandangan mereka terhadapmu serta kenyataan yang menghimpitku secara paksa"

-&&&-

Rein bergegas menuju kelasnya setelah melihat papan pengumuman. Memang tak butuh waktu lama untuk mencari namanya, ia hanya butuh waktu beberapa detik untuk memastikan bahwa pandangannya tak salah dan tersesat dikelas lain. Selain itu, ia juga ingin menghindari teman-teman yang tadi berangkat bersamanya, tentu saja ia malu, terlebih pada pria itu. Entah apa yang ada di pikirannya saat itu, rasanya ia ingin menenggelamkan dirinya ke dalam samudra yang luas agar tak ada yang dapat menemukannya dan mengejeknya karena kejadian tadi.

Kelas barunya terkesan sepi, hanya ada beberapa orang yang sering ia lihat tapi ia lupa nama mereka. Jadi, daripada terjebak dalam kecanggungan dan harus kembali berbasa-basi seperti tahun-tahun yang lalu, ia memilih keluar dan duduk dibangku panjang yang memang sudah disediakan didepan masing-masing kelas. Jujur saja, Rein memang tak terlalu suka bersosialisasi, bahkan hingga saat ini mungkin hanya Alyn yang setia menempel padanya seperti lem.

Rein sempat heran, menurutnya Alyn adalah gadis yang manis, cerdas, mudah bergaul, dan tak sedikit yang menaruh rasa kagum padanya, bahkan memintanya menjadi kekasih mereka. Alyn juga dapat dengan mudah berteman dengan gadis-gadis populer disekolahnya. Tapi kenapa Alyn memilih dirinya? Menolak berlian dan memilih batu sungai yang tak bernilai?

"Rein…" Rein sedikit terkejut ketika sebuah suara yang  begitu nyaring menyuarakan namanya. Siapa lagi kalau bukan Alyn? Alyn berlari dengan senyum yang amat lebar lantas menubruk Rein yang masih bingung akan tingkah sahabatnya itu

"Hey! Apa kau gila?" Tanya Rein heran.

"Aku tak menyangka! Rein, aku mencintaimu. Kau memang jodohku! Aaa… aku benar-benar bahagiaaa…" Rein yang tak mengerti hanya diam mendengarkan ocehan Alyn yang tak tahu kapan berhenti. Merasa tak mendapat respon positif, Alyn mendengus kesal, lantas menatap Rein dengan tatapan mengintimidasi

"Apa?"

"Apa kau tak bahagia huh?"

"Memangnya kenapa? Kau mendapatkan voucer dinner dengan Ko Chen-tung?"

Alyn memijit kepalanya yang seketika pening. Berbicara dengan Rein memang diperlukan kesabaran ekstra, selain agak lemot, otaknya juga dipenuhi dengan tokoh-tokoh fiksi yang ada dalam novelnya. Tapi anehnya, ia dapat menyerap materi pelajaran dengan baik. Aneh kan?

Baru saja Alyn akan melangkah meninggalkan Rein, sebuah tangan mencekal pergelangan tangannya. Tak perlu pikir panjang, Alyn berbalik dan menatap gadis yang kini tengah terkikik geli hingga matanya hanya terlihat segaris.

"Hehe maafkan aku. Aku hanya bercanda. Kau sensitif sekali sih? Jadi, kita sekelas?"

Alyn berteriak girang hingga membuat beberapa siswa yang tengah berlalu-lalang memandangnya heran. Rein yang menyadari bahwa mereka tengah menjadi pusat perhatian, merasa sedikit sungkan karena telah membuat keributan, ia tersenyum kecil dan mengangguk singkat sebagai permintaan maaf lantas mencubit perut Alyn dengan gemas. Rein berdecak sebal, bisa-bisanya anak ini.

"Aw! Rein… apa sih?"

"Diamlah! Ayo masuk dan cari tempat duduk" Ujar Rein masa bodoh, sembari menarik ujung kerah belakang seragam Alyn yang dapat diraihnya. Alyn cemberut kesal, tapi ia hanya pasrah mengikuti kemauan sahabatnya. Ia tak perduli akan duduk dimanapun, asalkan Rein yang menjadi teman sebangkunya. Alyn pintar, Rein apalagi? Dia sudah seperti perpustakaan berjalan. Lantas, apa yang perlu ditakutkan?

Jika ada yang mengatakan 'dunia selebar daun kelor', mungkin benar adanya. Baru saja Rein menduduki bangkunya yang berada dibaris ketiga dan kolom ke dua dari kanan, seorang pria memasuki kelasnya, ia berjalan seakan dunia miliknya, tak perduli jika ada orang lain yang sedang menggunjingnya atau menatapnya kagum. Untuk pilihan kedua, mungkin hanya berlaku bagi Rein. Pada dasarnya, pria itu biasa saja, tapi Rein merasakan aura yang berbeda saat bersamanya, dan itulah daya tarik yang Rein sukai.

Rein mengucek matanya, sekedar mengecek pandangannya yang mungkin saja salah. Bisa saja kan ia tengah berhalusinasi akibat kejadian tadi? Tapi tidak, Rein benar-benar dalam keadaan sadar. Pria itu, orang yang sama yang dapat membuat kelopak matanya membuka lebar dan bertahan tak berkedip untuk beberapa waktu. Pria itu memasuki kelasnya, dan itu artinya…

Rein menyikut Alyn pelan setelah pria itu mendudukkan dirinya tepat di belakang Rein. Sebenarnya Rein bersyukur karena pria itu bersikap biasa saja seolah tak pernah terjadi apapun diantara mereka, tapi ada sedikit rasa kecewa yang menyelimuti hatinya. Apa pria itu melupakannya? Kenapa dia tak mengenalnya? Ah! Yang benar saja, mereka kan memang tak saling mengenal, pikir Rein dalam hati.

"Apa?"

Rein memberikan kode pada Alyn untuk mendekatkan dirinya lantas membisikkan sesuatu sepelan mungkin agar tak ada yang dapat mendengarnya kecuali Alyn.

"Kau tahu siapa pria yang duduk dibelakangku?"

"Iya, memangnya kenapa? Kau suka padanya ya?" Ujar Alyn sembari melayangkan tatapan menggoda.

"Siapa bilang? Aku hanya penasaran kok. Lagipula, aku tak tahu ternyata dia juga kelas 12 seperti kita"

Alyn terkekeh kecil mendengar Rein yang membalas godaannya dengan nada kesal. Lucu saja rasanya berhasil menggoda Rein yang memang susah digoda, bahkan sampai sekarang tak ada seorangpun pria yang dapat meluluhkan hati sahabatnya itu. Kecuali pria itu, pria aneh dengan sejuta pesona. Mungkin Alyn harus memberikan hadiah padanya karena dia berhasil membuat sahabat yang tak jauh anehnya dengan pria itu menaruh rasa penasaran padanya.

-&-

Sudah 35 menit lebih Rein dan semua siswa kelas XII Akuntansi 1 menunggu, namun sampai saat ini belum ada satupun guru yang memasuki kelasnya, entah itu perkenalan atau memulai pelajaran. Seluruh siswa terlihat bosan, begitu pula dengan Rein. Terlebih karena pendengarannya yang terlampau tajam membuatnya mau tak mau mendengar bisik-bisik yang terdengar persis seperti dengungan lebah, dan jika tidak salah mereka tengah membicarakan pria yang duduk dibelakangnya.

Panas, suasana kelas masih terasa panas walaupun kipas angin sudah disetel full. Hatinya juga panas. Entah kenapa ia merasa sedikit kesal mendengar teman kelasnya membicarakan pria misterius itu, setidaknya itulah yang berhasil tertangkap oleh telinganya.

Semua murid mendesah lega tatkala seorang memasuki kelas mereka. Dilihat dari penampilannya, ia sepertinya belum terlalu tua, atau memang masih muda?

"Selamat pagi anak-anak"

"Pagi Pak" ucap seluruh siswa serentak

"Pagi Kak" Semua murid tertawa ketika seseorang memanggil pria yang mereka taksir akan menjadi wali kelasnya itu dengan sebutan kakak.

"Maaf sebelumnya, saya terlambat karena ada urusan sebentar. Nama saya Tirta dan saya akan menjadi wali kelas kalian untuk setahun mendatang"  Ujar guru itu sembari tersenyum lantas mengedarkan pandangannya untuk mengamati muridnya satu-persatu.

"Hari ini kita hanya akan perkenalan untuk memudahkan proses belajar. Saya tahu kalian pasti sudah saling mengenal, tapi apa salahnya kan? Dimulai dari absen pertama, dan setelah selesai kalian bebas melakukan apapun, asal jangan berisik" Semua siswa bersorak girang, siapa sih yang tak suka tawaran seperti ini? Tujuan kami bersekolah memang untuk belajar, untuk menuntut ilmu, tapi pelajaran kosong tetaplah menjadi favotit semua siswa. Benar kan?

"Ah ya, barangkali ada yang ingin kalian tanyakan tentang saya sebelum mulai perkenalan?" Suasana kelas yang sudah mulai tenang setelah kegaduhan tadi kembali berisik, didominasi oleh gadis-gadis penggemar para pria tampan. Cogan, begitu mereka menyebutnya. Banyak yang mereka tanyakan, tak hanya satu tapi sepertinya mereka menanyakan lebih dari 1 pertanyaan secara bersamaan. Tak banyak yang dapat ditangkap oleh pendengaran Rein, dan dia juga tak ingin ikut campur dalam urusan mereka. Rein memiliki dunia sendiri, dan ia cukup menikmatinya.

"Cukup, cukup. Sepertinya saya akan memperkenalkan diri saya lain waktu, dan untuk perkenalan antar teman, daya yakin kalian bisa melakukannya sendiri. Srkarang saya ada urusan mendadak. Mohon kerjasamanya, dan ingat jangan berisik" Ucap Pak Tirta sembari melirik arloji yang terpasang ditangan kirinya. Sedangkan, gadis-gadis yang tadi terlihat sangat antusias hanya bisa mendesah kecewa. Sebenarnya Rein sudah menduga hal itu, sejak tadi memang wali kelasnya terlihat agak buru-buru, jadi ia tak terlalu terkejut.

Rein merasa sedikit aneh, seperti ada seseorang yang memperhatikannya. Tapi setelah melihat sekeliling, tak ada yang terlihat demikian, bahkan mereka terlihat asyik berkenalan satu sama lain, termasuk Alyn yang kini tengah menggoda pria yang terlihat agak pemalu dibangku pojok kelas mereka.

Sesaat Rein tersadar, ada 1 orang lagi yang belum diliriknya. Ya, pria itu. Tapi, apa mungkin ia memperhatikannya? Tiba-tiba saja kursinya bergerak, sontak membuat Rein panik dan berdiri, mengira bahwa guncangan itu mungkin saja gempa. Tapi ketika ia berdiri, kenapa tiba-tiba gempa itu berhenti? Hmm, pasti ada yang salah, pikirnya.

Berbalik, Rein menatap lamat-lamat pria yang tengah menahan tawanya, yang malah terlihat menggelikan dimata Rein.

"Apa kau yang menggoyangkan kursiku?"

"Bhahaha… haha" Bukannya menjawab, pria itu justru melepaskan tawanya, membuat seluruh penjuru keras melirik mereka dengan pandangan tak suka. Rein mendengus agak keras, sedikit menyesal pernah berpikir untuk menyukai pria itu. Benar kata teman-teman barunya, dia aneh. Dan hmm… agak gila.

"Hey… apa kau marah? Aku tak bermaksud seperti itu, sungguh" Ucap pria itu dengan nada sesal yang kentara, tentu saja setelah ia meredakan tawanya yang terdengar sangat tidak elite. Membuat Rein mau tak mau menarik sudut bibirnya, membentuk senyum. Ia juga merasa tak tega, bukankah sesama teman memang harus saling memaafkan?

"Omong-omong namaku…"

"Agatha Rein? Benar?"

"Bagaimana kau tahu? Bahkan baru kali ini aku melihatmu"

Pria itu tersenyum, menampakkan lesung pipit di kedua pipinya. Manis, bahkan sangat manis, membuat Rein terhipnotis untuk sesaat.

"Namaku Calvin Antariksa"
.
.
.
Dan waktu terasa berhenti, mengejutkan dunia atas apa yang baru saja diketahuinya. Dia? Calvin Antariksa?

-&&&-



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar